Seleksi PPPK Kabupaten Langkat, Kedzaliman Kadis Pendidikan dan Kepala BKD Langkat
STABAT (Langkatoday) - Permasalahan pada seleksi PPPK Kabupaten Langkat terkait penilaian SKTT (Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan) tak kunjung selesai.
Asumsi adanya kecurangan semakin menguat ketika pertanyaan bagaimana mekanisme dan landasan untuk memberikan nilai pada SKTT.
Di beberapa pertemuan secara langsung maupun dari pemberitaan di media terhampar banyak pertanyaan terkait hal ini, namun Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala BKD Langkat tetap tidak mampu mengungkapkan landasan penilaian SKTT tersebut.
Dalam hal ini SKTT adalah seleksi tambahan yang opsional dimana penyelenggara lokal boleh melakukan seleksi ini atau tidak, dan Kabupaten Langkat memutuskan untuk melaksanakan SKTT.
Disinilah kerancuan persoalan SKTT sudah mulai terlihat, ketika surat edaran Plt Bupati Langkat dibantahkan oleh surat edaran kepala BKD.
Pada surat edaran Plt Bupati Langkat Nomor: 810-2187/BKD/2023 tanggal 19 September 2023 tidak menyertakan SKTT pada timelinenya, sementara surat edaran dari Kepala BKD Nomor: 2772/BKD/2023 tanggal 15 Desember 2023 terdapat SKTT pada timelinenya;
Surat edaran Plt Bupati Langkat (kiri) dan Surat edaran BKD Langkat (kanan) |
Keputusan Kabupaten Langkat untuk melaksanakan SKTT ini maka secara otomatis menjadikan Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala BKD Langkat menjadi penguji dan bagaimana penilaian mereka terhadap guru-guru adalah hak priogratif mereka.
Dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 298/M/2023 terdapat 10 Pokok Substansi Pengamatan Perilaku Profesionalisme Guru yang menjadi penilaian yaitu;
- Kematangan Moral dan Spritual
- Kematangan Emosional
- Keteladanan
- Komunikasi
- Keaktifan dalam Organisasi Profesi
- Kedisiplinan
- Tanggung Jawab
- Perilaku Inklusif
- Kepedulian terhadap Perundungan
- Kerja sama dan Kolaborasi
Bobot penilaian pada masing-masing aspek ini ialah 9 poin maka dari itu nilai maksimal dari kesepuluh aspek ini ialah 90 dari satu penilai, yang menjadi penilai ada dua pihak yaitu Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala BKD maka dari itu nilai maksimal dari seluruh poin ialah 90 dikali 2 penilai yaitu 180 dan total dari kedua penilai ini dikalikan 0,75 sehingga didapati nilai maksimal keseluruhannya ialah 135.
Kerancuan kembali muncul sebab sangat banyak peserta seleksi PPPK mendapatkan nilai akhir seleksi SKTT yang diumumkan pada masing-masing akun mereka tidak lebih dari 25 bahkan ada yang mendapatkan nilai 15 poin yang berarti guru-guru tersebut mendapatkan nilai tidak lebih dari 1 s/d 5 poin pada masing-masing aspek.
Peserta yang yang mendapatkan nilai rendah pada SKTT banyak yang mendapatkan nilai tinggi pada seleksi CAT dan masuk dalam perankingan untuk masing-masing formasi namun dengan ditambahkan nilai SKTT maka ranking dari peserta ini merosot jauh kebawah.
Salah satu peserta berinisial IS yang menunjukkan nilai CAT nya 364 dan nilai SKTT nya hanya 15,75 sedangkan peringkat 2 sampai peringkat 6 mendapati nilai SKTT maksimal 135, diantara peringkat 2 dan 6 ini terdapat peserta dengan nilai CAT berada dibawah IS yaitu 329, dan banyak data-data yang lain terkait ini, maka dari itu para guru-guru peserta PPPK Kabupaten Langkat melakukan aksi untuk mempertanyakan landasan fikir dari penilaian Kepala Dinas Pendidikan dan BKD Kabupaten Langkat terkait SKTT ini sebab penilain SKTT ini bersikap subjektif dan sarat akan praktek KKN dikarenakan penilaian mutlak ada di tangan Kepala Dinas dan Kepala BKD.
Setelah mencoba menelaah dasar penilaian ini, jika dinilai dari kualitas dan kinerja dari 200-an guru ini terdapat orang-orang yang berprestasi, jika dinilai dari masa mengabdi dari 200-an guru ini banyak yang telah mengabdi belasan tahun dan aneh rasanya jika guru dengan nilai SKTT tinggi yang notabenenya banyak yang mengabdi kurang dari 5 tahun.
Para guru telah mencoba menelaah dan mendalami landasan penilaian yang telah diberikan oleh Kadis Pendidikan dan Kepala BKD Langkat, namun para guru menemukan banyak kerancuan pada penilaian SKTT ini dan menyadari bahwa mereka tidak tidak seharusnya diberikan nilai serendah itu.
Dapat diasumsikan bahwa guru-guru ini dengan nilai 15-25 adalah guru-guru yang sangat rendah moralnya, rendah religiusnya dan rendah aspek profesional lainnya.
Inilah alasan yang membuat para guru mencari kejelasan terkait landasan fikir penilaian SKTT, namun telah ditekankan berkali-kali bahwa Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala BKD Langkat tidak memberikan jawaban sama sekali, guru-guru merasa terzalimi.
Penulis: Chairul Ahmad