Dugaan Pungutan “Uang Jalan” Kacabdisdik SMA di Langkat, Guru: “Benar, Diberikan Meski Tak Diminta Langsung”
STABAT (Langkatoday) - Dunia pendidikan di Kabupaten Langkat kembali tercoreng oleh dugaan praktik pungutan liar. Kali ini, sorotan tertuju kepada Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdisdik) SMA di Kabupaten Langkat, Syaiful Bahri, yang diduga menerima uang transportasi dari pihak sekolah saat melakukan kunjungan.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa setiap kali berkunjung ke sekolah-sekolah, Syaiful Bahri diduga menerima uang sebesar Rp500.000 dari masing-masing sekolah sebagai biaya transportasi. Jika benar terjadi, praktik ini dinilai berpotensi melanggar hukum dan merusak citra dunia pendidikan.
Seorang guru SMA di Kabupaten Langkat, yang enggan disebutkan namanya, mengakui bahwa uang tersebut memang diberikan.
“Benar, kepala sekolah memberikan uang jalan sebesar Rp500.000 meski beliau (Kacabdisdik) tidak memintanya secara langsung,” ungkapnya.
Berpotensi Masuk Kategori Pungli
Bila dugaan pungutan tersebut tidak didasari peraturan resmi maupun Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), maka praktik ini bisa dikategorikan sebagai pungutan liar.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, yang menegaskan bahwa segala bentuk pungutan yang tidak sah di lingkungan birokrasi, termasuk pendidikan, merupakan pelanggaran hukum.
“Pungutan liar adalah segala bentuk pungutan yang dilakukan oknum pegawai atau pejabat, baik uang maupun barang, yang tidak memiliki dasar hukum resmi dan bersifat memaksa,” bunyi aturan tersebut.
Dampak Buruk Bagi Dunia Pendidikan
Meskipun jumlahnya tampak kecil, dugaan pungutan semacam ini berisiko memberi dampak besar. Selain membebani anggaran sekolah, uang yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan siswa justru habis untuk biaya tak resmi. Lebih jauh, budaya permisif terhadap korupsi bisa tumbuh dan membuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan makin menurun.
Desakan Investigasi dan Transparansi
Menyikapi hal ini, banyak pihak mendesak Inspektorat Daerah, Ombudsman RI, hingga aparat penegak hukum agar turun tangan dan melakukan investigasi mendalam. Praktik semacam ini, sekecil apapun, harus diberantas demi menciptakan pendidikan yang bersih dan berorientasi pada kepentingan publik.
Pengamat pendidikan menegaskan, sudah saatnya ada ketegasan dan transparansi agar dunia pendidikan benar-benar menjadi contoh integritas.
“Pungli harus diberantas hingga ke akarnya. Tidak boleh ada ruang untuk biaya transportasi tak resmi yang merusak ekosistem pendidikan,” tegasnya.
Dengan adanya dugaan ini, publik menantikan tindakan nyata dari pihak berwenang agar kasus ini tak hanya berakhir sebagai isu belaka, melainkan menjadi momentum perbaikan menuju birokrasi pendidikan yang lebih jujur dan bertanggung jawab.