UPDATE
The Vajra

PDAM Tirta Wampu: Bisnis Air yang Terus Berdarah

Oleh: Rahmatullah, M.SEI
Akademisi dan Praktisi Ekonomi Syariah

STABAT (Langkatoday) - Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu kembali menjadi sorotan. Alih-alih menyehatkan keuangan, laporan terbaru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) justru membongkar luka lama: perusahaan pelat merah ini masih saja merugi.

Berdasarkan audit BPK atas laporan keuangan Pemkab Langkat, kerugian PDAM Tirta Wampu pada 2023 mencapai Rp681 juta, dan tahun 2024 membengkak lagi menjadi Rp964 juta. Jika ditotal, sejak bertahun-tahun lalu hingga kini, akumulasi kerugian tembus Rp51 miliar lebih.

Grafik Kerugian PDAM Tirta Wampu 2023–2024 → menunjukkan tren kerugian yang masih berlanjut (Rp681 juta di 2023 dan Rp964 juta di 2024).

Gaji dan Listrik Lebih Besar dari Pendapatan

Ironis, di tengah keluhan warga soal air keruh dan layanan macet, laporan keuangan justru menunjukkan beban operasional yang “menggendut”. 

Beban pegawai dan listrik saja menghabiskan hampir separuh dari pendapatan usaha. Artinya, setiap rupiah yang dibayar pelanggan, sebagian besar hanya untuk biaya internal, bukan peningkatan pelayanan.

Grafik Beban Operasional Utama → memperlihatkan beban pegawai dan listrik sebagai komponen terbesar, jauh lebih tinggi dibanding beban bahan kimia dan penyusutan.

Modal Miliaran, Statusnya Misterius

Yang lebih mencurigakan, terdapat penyertaan modal pemerintah pusat sebesar Rp33,4 miliar dan modal Pemkab Langkat hingga Rp60 miliar lebih yang status hukumnya masih “menggantung”. 

Di laporan keuangan PDAM, investasi permanen bahkan disajikan nol rupiah. Pertanyaannya: ke mana sebenarnya aliran uang ratusan miliar tersebut?

Publik Jadi Korban, Siapa Bertanggung Jawab?

Masyarakat Langkat jelas yang paling dirugikan. Bayar iuran bulanan, tapi mendapat pelayanan minim. Air tak lancar, pipa bocor, kualitas buruk. Sementara manajemen PDAM sibuk menumpuk angka merah di neraca.

Fenomena ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah kerugian ini murni akibat inefisiensi, atau ada “tangan-tangan gelap” yang bermain di balik bisnis air? 

Fakta bahwa modal jumbo tak jelas statusnya, ditambah kerugian berulang, menguatkan dugaan bahwa ada persoalan serius dalam tata kelola.

Audit Forensik dan Reformasi Total

Kasus PDAM Tirta Wampu tidak bisa lagi dianggap biasa. Audit forensik independen harus dilakukan untuk menelusuri potensi penyelewengan dana.

Pemerintah daerah wajib melakukan perombakan manajemen dan menuntut pertanggungjawaban direksi. Tanpa langkah drastis, PDAM akan terus menjadi “mesin pembakar uang rakyat” yang gagal menjalankan tugas utamanya: menyediakan air bersih bagi warga.

Air adalah sumber kehidupan. Tetapi di Langkat, bisnis air justru menjadi sumber kerugian. Jika terus dibiarkan, jangan heran bila PDAM Tirta Wampu kelak hanya tinggal nama, dan rakyatlah yang akan menanggung dahaga.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar