Menakar Efektivitas Kegiatan Reses Anggota Dewan
STABAT (Langkatoday) - Reses adalah agenda rutin anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR, DPRD) untuk kembali ke daerah pemilihan dan menyerap aspirasi masyarakat. Idealnya, momentum ini menjadi ruang dialog dua arah: warga menyuarakan kebutuhan dan keluhan, sementara wakilnya membawa aspirasi itu ke ranah kebijakan.
Namun dalam praktiknya, kegiatan reses kerap hanya menjadi formalitas tahunan. Banyak reses berlangsung hanya di permukaan, sekadar pertemuan seremonial dan foto-foto di media sosial, tanpa tindak lanjut nyata.
Aspirasi masyarakat sering kali berhenti di catatan notulen dan jarang menjelma menjadi program kerja konkret. Lebih miris lagi, reses di beberapa daerah bahkan hanya menjadi ajang “bagi-bagi sembako” untuk menjaga citra dan popularitas menjelang pemilu berikutnya.
Tentu, tidak semua anggota dewan seperti itu. Beberapa benar-benar memanfaatkan reses untuk memperjuangkan aspirasi dan melibatkan warga secara substansial. Namun secara keseluruhan, paradigma reses harus diubah agar lebih berdampak. Misalnya, laporan reses harus transparan dan bisa diakses publik secara online, diikuti evaluasi capaian secara berkala. Selain itu, harus ada kanal partisipatif di luar reses agar komunikasi antara warga dan wakilnya tetap hidup sepanjang masa jabatan.
Tanpa perbaikan kualitas dan akuntabilitas, kegiatan reses hanya akan menjadi ritual lima tahunan dan kehilangan maknanya sebagai instrumen demokrasi partisipatif. Anggota dewan perlu berbenah dan memastikan bahwa reses bukan sekadar rutinitas politik, melainkan benar-benar menjadi jembatan antara aspirasi rakyat dan keputusan pemerintah.