Jabatan Dilanggar, Regulasi Ditinggalkan - Siapa Lindungi BUMD dari Oknum ASN Rakus Kekuasaan?
STABAT (Langkatoday) - Pemilihan Komisaris dan Direksi BUMD Langkat Setia Negeri periode 2025–2029 telah usai. Namun, euforia pengumuman tidak serta merta membawa optimisme publik. Justru sebaliknya, muncul keprihatinan dan kecurigaan: apakah proses ini benar-benar sesuai regulasi, atau hanya panggung formal untuk melanggengkan kekuasaan oknum elit birokrasi?
Satu fakta mencolok yang tak bisa diabaikan: sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif dengan jabatan strategis yang bersifat pelayanan publik ternyata ikut diloloskan sebagai Komisaris BUMD. Padahal, aturan sangat jelas melarang hal ini.
PP 54 Tahun 2017: Bukan Sekadar Syarat, Tapi Batas Etik Kekuasaan
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD telah mengatur dengan tegas, dalam Pasal 36 ayat (2):
“Pejabat Pemerintah Pusat dan Daerah yang tidak bertugas melaksanakan pelayanan publik dapat menjadi anggota Dewan Pengawas dan Komisaris dari unsur lainnya.”
Dengan demikian, ASN aktif yang memegang fungsi pelayanan publik -seperti Sekretaris Daerah, Kepala BPKAD, bahkan Camat- tidak boleh menjadi bagian dari Komisaris atau Dewas di BUMD.
Namun faktanya, dari pengumuman resmi yang beredar, tercatat nama-nama seperti:
-
H. Amril, S.Sos, M.AP - Sekretaris Daerah Langkat, juga Ketua Dewan Pengawas PDAM dan Ketua LPTQ, kini terpilih sebagai Komisaris Utama BUMD Langkat.
-
Drs. M. Iskandarsyah - Plt. Camat Gebang dan Kepala BPKAD, ikut diloloskan sebagai Komisaris BUMD.
Dua jabatan ini jelas-jelas termasuk dalam ruang pelayanan publik, sehingga keikutsertaan mereka dalam struktur Komisaris BUMD adalah cacat hukum dan pelanggaran etika tata kelola perusahaan daerah.

BUMD: Milik Publik, Bukan Proyek Kekuasaan
BUMD bukan ladang kering untuk ditanami ambisi para birokrat. BUMD adalah instrumen ekonomi daerah yang dibiayai oleh uang rakyat. Ketika jabatan publik dibawa masuk untuk memperkuat dominasi kuasa dalam tubuh perusahaan ini, maka yang terjadi bukan hanya konflik kepentingan, tapi juga pencemaran mandat publik.
Pertanyaan logis muncul:
Bagaimana mungkin seorang Sekda, dengan tanggung jawab strategis di pemerintahan daerah, bisa fokus dan independen menjalankan peran Komisaris yang juga memerlukan pengawasan ketat terhadap eksekutif perusahaan?
Ke Mana Pansel, Ke Mana Integritas?
Panitia seleksi yang semestinya menjadi garda penyaring profesionalisme, justru seperti menutup mata terhadap aturan yang sangat mendasar. Tidak hanya Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 yang menjadi acuan prosedural, tetapi juga PP Nomor 54 Tahun 2017 yang menjadi ruh keberadaan BUMD, seperti diabaikan begitu saja.
Pertanyaannya:
- Apakah pansel tidak membaca dengan seksama regulasi ini?
- Atau justru ada pembiaran sistematis demi memenuhi “jatah kekuasaan” dan konsesi jabatan?
Publik Berhak Tahu dan Mengkritisi
Sebagai media dan bagian dari masyarakat sipil, Langkatoday berkewajiban menyuarakan bahwa pengabaian regulasi ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip tata kelola yang sehat.
Jika sejak awal seleksi saja aturan dilanggar, bagaimana publik bisa berharap bahwa BUMD ini akan dikelola dengan prinsip profesional, transparan, dan akuntabel?
Koreksi atau Runtuh
Hari ini rakyat Langkat menonton: apakah pelanggaran ini akan terus dibiarkan? Ataukah ada mekanisme koreksi dari DPRD, Ombudsman, atau bahkan Kementerian Dalam Negeri yang bisa turun tangan?
Karena satu hal pasti: tanpa koreksi, bukan hanya BUMD yang akan gagal, tetapi juga kredibilitas pemerintah daerah secara keseluruhan.