UPDATE
The Vajra

Ketika Timses Pun Meradang, BUMD Langkat dan Luka dalam Rumah Sendiri

STABAT (Langkatoday) - Pemerintah Kabupaten Langkat baru saja menuntaskan proses seleksi Komisaris dan Direksi BUMD Langkat Setia Negeri (Perseroda) untuk periode 2025–2029. Namun reaksi internal justru datang dari kalangan sendiri. Bukan oposisi, bukan aktivis, tapi barisan pendukung dan orang-orang terdekat Bupati Syah Afandin dan Wakil Bupati Tiorita Surbakti.

Reaksi itu tak sekadar bisik-bisik warung kopi, tapi muncul secara terang-terangan di media sosial. Unggahan status penuh protes, “Mosi Tidak Percaya” dan ajakan "Boikot" terhadap BUMD Langkat, menggambarkan bahwa ada kecemburuan sosial yang serius dan belum ditangani secara komunikatif.

Salah satunya datang dari MBS, yang secara terbuka mengkritik tidak adanya representasi etnis Karo dalam jajaran hasil seleksi BUMD. Baginya, hal ini bukan hanya soal jabatan, tapi soal keadilan representasi sosial dalam pembangunan Langkat, terutama setelah kontestasi politik pilkada kemarin yang melibatkan berbagai kelompok suku, agama, dan profesi.

Sementara itu, IF, sosok senior dalam dunia pers Langkat yang dikenal sebagai loyalis Syah Afandin, juga menyuarakan kekecewaan. Ia mempertanyakan prosedur dan transparansi pendirian BUMD, mulai dari legalitas perda, penyertaan modal, pertanggungjawaban pengurus sebelumnya, hingga struktur akta perusahaan. Baginya, informasi tentang BUMD ini tidak cukup terbuka, dan proses seleksi yang muncul seolah “tiba-tiba”, mengejutkan bahkan bagi lingkaran dalam.

Luka dalam Rumah Sendiri

Kondisi ini menggambarkan satu hal yang jelas: tidak semua yang mendukung, merasa diikutsertakan. Padahal, salah satu janji politik yang kerap dibawa dalam kontestasi lokal adalah “akan merangkul semua barisan”. Tapi nyatanya, begitu kekuasaan terbentuk, barisan itu seperti dipinggirkan oleh lingkaran tertentu yang lebih cepat dan lebih lihai membaca celah kekuasaan.

Ketika tim sukses merasa diabaikan, maka kepercayaan politik mulai retak dari dalam. Hal ini bukan hanya bahaya bagi stabilitas pendukung, tapi juga akan menjadi cermin buruk tentang tata kelola kekuasaan yang eksklusif dan tertutup.

Transparansi, Keadilan, dan Komunikasi Publik yang Gagal

Masalah utama dari kecemburuan sosial ini bukan semata-mata soal siapa yang duduk di kursi komisaris, tapi ketidakjelasan komunikasi publik atas keberadaan dan arah perusahaan daerah itu sendiri. Ketika para tokoh di lingkaran Afandin dan Tiorita saja bingung dan merasa dikejutkan, bagaimana mungkin masyarakat umum akan merasa dilibatkan?

Dalam sistem pemerintahan yang sehat, BUMD bukan proyek eksklusif pejabat atau elite, tetapi perusahaan rakyat yang wajib dikawal secara terbuka.

Jangan Sampai BUMD Menjadi Pemantik Retaknya Loyalitas

Kekecewaan politik yang dibiarkan mekar di internal sendiri bisa menjadi bom waktu. Ketika para loyalis merasa dikhianati secara struktural, maka legitimasi moral pemerintahan pun bisa roboh dari dalam. Mereka mungkin diam di panggung publik, tapi bergerak di ruang-ruang pengaruh, membentuk opini tandingan dan narasi keretakan.

Perbaiki Komunikasi, Bangun Kepercayaan Kembali

Sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Langkat, khususnya Bupati Syah Afandin, membuka dialog terbuka dengan seluruh elemen pendukungnya—termasuk mereka yang hari ini kecewa dan merasa dikhianati.

Perjalanan BUMD Langkat masih panjang. Akan sangat disayangkan jika perusahaannya belum bergerak, tapi sudah ditinggal oleh moral politik yang membangun fondasinya.

Karena, sebagaimana kata pepatah: “Rumah yang retak dari dalam tak perlu dihancurkan oleh musuh dari luar.”

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar