UPDATE
The Vajra

Dulu Dicopot Karena Tahanan Kabur, Kini Kapolres Langkat Dituding Tutup Mata atas Skandal Besar!

STABAT (Langkatoday) - Nama AKBP David Triyo Prasojo bukan nama baru di tubuh Polri. Perwira menengah ini pernah mencuri perhatian publik saat dicopot dari jabatannya sebagai Kapolsek Tambaksari, Surabaya, pada 2017 setelah tujuh tahanan kabur dari ruang tahanan. 

Kala itu, publik melihatnya sebagai bentuk penegakan disiplin internal Polri, dan David termasuk di antara sedikit perwira yang masih diberi ruang untuk memperbaiki diri.

Kini, delapan tahun kemudian, David kembali jadi sorotan. Kali ini di Langkat, wilayah yang dikenal keras, rumit, dan sarat masalah.

Sebagai Kapolres Langkat, ia memimpin daerah yang kerap disebut sebagai jalur peredaran narkoba terbesar di Sumatera Utara, sekaligus ladang subur bagi praktik korupsi, tambang ilegal, hingga mafia tanah.

Namun ironisnya, justru di bawah kepemimpinannya muncul desakan publik dan aksi mahasiswa yang menggugat integritas penegakan hukum di Langkat.

Puluhan mahasiswa dari BEMNUS Sumut bahkan turun ke Mabes Polri di Jakarta, Kamis (16/10), menuding ada “pembiaran” terhadap berbagai praktik gelap di daerah itu, mulai dari korupsi pengadaan smartboard Dinas Pendidikan Langkat, mafia galian C, hingga perjudian dan narkoba yang tak kunjung diberantas.

Publik Bukan Menuduh, Tapi Menuntut Transparansi

Aksi mahasiswa bukanlah sekadar demonstrasi emosional. Di balik orasi dan spanduk, ada pesan yang jauh lebih dalam: publik ingin tahu apakah aparat penegak hukum benar-benar bekerja secara bersih dan bebas dari kompromi.

Ketika mahasiswa menuding ada pembiaran, itu bukan hanya tentang satu sosok Kapolres.

Itu adalah bentuk kegelisahan terhadap sistem penegakan hukum daerah yang sering kali kehilangan giginya di hadapan kepentingan lokal (politik, bisnis, bahkan kekuasaan).

Di Langkat, kejahatan terorganisir seperti perdagangan narkoba, tambang ilegal, dan praktik rente proyek publik bukan hanya soal kriminalitas, tapi juga soal siapa yang melindungi siapa.

Di situlah publik menuntut ketegasan Kapolres: apakah ia berpihak pada hukum, atau tunduk pada kekuasaan?

Bayang-Bayang Masa Lalu dan Beban Kepemimpinan

AKBP David pernah jatuh karena kelalaian. Kini, ketika kariernya kembali di posisi strategis, publik berhak menagih pembuktian moral dan profesionalitas.

Ia tidak hanya memimpin Polres - ia memimpin ujian kepercayaan terhadap Polri di tingkat daerah.

Kisah masa lalunya seharusnya menjadi cermin dan peringatan.

Jika dulu ia gagal mengawasi tahanan yang kabur, maka hari ini ia diuji untuk tidak membiarkan kejahatan yang lebih besar lolos dari jerat hukum.

Publik tentu tak menginginkan pengulangan sejarah - bahwa dari kelengahan kecil bisa lahir skandal besar.

Langkat bukan Tambaksari.

Tantangannya jauh lebih kompleks, dengan jaringan narkoba lintas provinsi dan kepentingan ekonomi gelap yang bisa mengguncang stabilitas hukum setempat.

Kapolri Harus Turun Tangan

Puncak keresahan publik kini sampai di Jakarta. Ketika BEMNUS Sumut memaksa menyuarakan aspirasi di depan Mabes Polri, itu pertanda bahwa kepercayaan terhadap penegakan hukum di daerah mulai menipis. Kapolri tidak bisa lagi diam.

Pemeriksaan terhadap laporan dan dugaan pembiaran di Langkat harus dilakukan secara terbuka dan objektif, bukan sekadar klarifikasi internal yang berujung sunyi.

Transparansi bukan ancaman bagi institusi, melainkan obat penyembuh bagi kepercayaan publik.

Langkat Adalah Cermin Indonesia Kecil

Masalah Langkat sejatinya bukan semata urusan satu Kapolres.

Ia adalah potret kontradiksi hukum di banyak daerah di Indonesia, antara semangat pemberantasan kejahatan dan kenyataan kompromi di lapangan.

Jika Polri ingin menjaga kredibilitasnya, maka Langkat harus dijadikan contoh: bahwa siapapun, di posisi apapun, bisa diperiksa bila ada indikasi pelanggaran.

Karena di mata publik, yang mereka lihat bukan pangkat, tapi keberanian menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Ujian Moral di Tanah Langkat

AKBP David Triyo Prasojo kini berada di persimpangan sejarahnya sendiri. Ia bisa menjadi simbol pemulihan nama baik dan integritas Polri di daerah, atau justru menjadi cermin kegagalan reformasi di tubuh kepolisian.

Langkat bukan tempat untuk berdiam diri, karena di tanah ini, narkoba, tambang ilegal, dan korupsi berjalan beriringan, menunggu siapa yang berani memutus rantainya. Dan publik hanya menuntut satu hal sederhana: Tegakkan hukum tanpa pandang bulu, mulai dari Langkat. (red)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar