Langkat Raih Penghargaan TPAKD, Tapi Apakah Rakyat Sudah Merasakan Manfaatnya?

Oleh: Rahmatullah, M.SEI
Akademisi dan Praktisi Ekonomi Syariah
STABAT (Langkatoday) - Ketika Pemerintah Kabupaten Langkat diumumkan sebagai penerima Penghargaan TPAKD Terbaik Wilayah Sumatera Tahun 2025, banyak pihak memberikan apresiasi. Penghargaan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini dianggap sebagai bukti komitmen daerah dalam memperluas akses keuangan masyarakat.
Namun di balik euforia itu, muncul pertanyaan kritis:
Apakah penghargaan tersebut benar-benar mencerminkan kemajuan ekonomi rakyat, atau sekadar keberhasilan administratif dalam memenuhi indikator pusat?
Inklusi Keuangan: Dari Program Menuju Dampak
Secara formal, Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) berfungsi memperluas akses masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan, mulai dari kredit UMKM, tabungan produktif, hingga asuransi mikro.
Di Langkat, beberapa program yang dijalankan memang patut diapresiasi, seperti:
-
Program SEJAGAT (Skema Pengembangan Jagung Rakyat Tangguh) yang melibatkan perbankan, Bulog, dan kelompok tani.
-
Galeri Investasi di Kantor Bupati Langkat yang memperkenalkan masyarakat pada dunia pasar modal.
-
Penyuluhan inklusi keuangan di pesantren bekerja sama dengan OJK Sumut dan BSI.
Langkah-langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah. Namun, keberhasilan program seharusnya tidak hanya diukur dari berapa banyak pelatihan atau MoU yang ditandatangani, tetapi dari seberapa besar perubahan ekonomi yang benar-benar dirasakan masyarakat.
Antara Angka dan Kenyataan di Lapangan
Dalam teori kebijakan publik, ada perbedaan penting antara output dan outcome.
Output berarti hasil kegiatan, seperti jumlah agen bank, peserta pelatihan, atau volume kredit. Sementara outcome adalah dampak nyata terhadap kesejahteraan, misalnya peningkatan pendapatan petani, turunnya ketergantungan pada rentenir, atau tumbuhnya usaha mikro baru.
Sayangnya, hingga kini belum tersedia data terbuka yang menunjukkan seberapa besar outcome dari program inklusi keuangan di Langkat.
Kita belum tahu berapa persen rumah tangga baru yang aktif menggunakan rekening bank, atau berapa banyak UMKM yang benar-benar mendapat kemudahan akses kredit setelah program dijalankan.
Artinya, penghargaan ini masih lebih merepresentasikan capaian administratif, bukan transformasi ekonomi masyarakat.
Superficial Inclusion: Inklusi yang Hanya di Permukaan
Secara makro, tingkat inklusi keuangan Sumatera Utara memang tinggi, sekitar 93,98 persen (OJK, 2024). Namun, banyak masyarakat memiliki rekening bank hanya karena program bantuan sosial, bukan karena kebutuhan ekonomi aktif.
Fenomena ini disebut sebagai superficial inclusion, yakni inklusi keuangan yang bersifat nominal, bukan fungsional. Artinya, masyarakat memiliki akses ke lembaga keuangan, tapi belum benar-benar menggunakannya untuk produktivitas atau kesejahteraan.
Untuk itu, Langkat perlu beralih dari “akses keuangan” menuju “penggunaan keuangan”, memastikan masyarakat tidak hanya bisa membuka rekening, tetapi mampu mengelola keuangan secara berkelanjutan.
Aspek Politik dan Keberlanjutan Program
Dari kacamata politik anggaran, penghargaan semacam TPAKD Awards seringkali menjadi momentum simbolik bagi kepala daerah.
Namun, setelah penghargaan diterima, tantangan sesungguhnya justru berada pada tahap implementasi jangka panjang: Apakah program tetap berjalan ketika perhatian publik sudah beralih?
Inklusi keuangan bukan proyek tahunan, tetapi strategi pembangunan jangka panjang.
Pemerintah daerah perlu memastikan:
-
Program TPAKD memiliki roadmap lima hingga sepuluh tahun, bukan hanya agenda tahunan.
-
Evaluasi dilakukan oleh lembaga independen, misalnya perguruan tinggi daerah.
-
Data capaian dan dampak dipublikasikan secara terbuka melalui PPID, agar masyarakat bisa ikut menilai manfaatnya.
Layak, Tapi Belum Paripurna
Dari sisi komitmen dan inovasi, Pemkab Langkat memang layak diapresiasi. Namun, jika kita bicara tentang inklusi keuangan dalam arti sesungguhnya, yakni bagaimana masyarakat mampu mandiri secara finansial, maka masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Penghargaan dari OJK memang penting, tetapi penghargaan yang lebih bermakna adalah pengakuan dari rakyat sendiri, ketika mereka tidak lagi bergantung pada rentenir, ketika petani bisa mengakses modal dengan mudah, dan ketika UMKM tumbuh karena dukungan keuangan yang adil.
Penghargaan TPAKD untuk Langkat bisa menjadi awal baik bagi penguatan ekonomi inklusif daerah.
Namun, sebagaimana setiap kebijakan publik, penghargaan sejati bukanlah yang diberikan oleh lembaga pusat, melainkan yang dirasakan oleh rakyat di sawah, pasar, dan desa.
Karena pada akhirnya, tujuan dari inklusi keuangan bukan sekadar membuka akses ke bank, melainkan membuka jalan menuju kesejahteraan.