UPDATE
The Vajra

Alun-Alun Stabat yang Berubah Jadi Kolam, Cermin Buram Tata Kota Langkat

BERITA LANGKAT - Sungguh ironis. Di tengah semangat pembangunan daerah yang terus digaungkan, wajah kota Stabat justru menampakkan potret sebaliknya.

Lapangan Alun-Alun Stabat, yang sejatinya menjadi ruang kebanggaan dan tempat berkumpul warga, kini berubah menjadi genangan air luas menyerupai kolam.

Fenomena ini bukan sekadar akibat hujan. Ia adalah cermin dari persoalan yang lebih dalam tentang bagaimana pemerintah daerah memandang pentingnya perawatan ruang publik dan tata kelola kota.

Dalam unggahan akun media sosial Jalan-Jalan Gaes, Kamis (13/11), tampak jelas area lapangan digenangi air dengan kondisi rumput menguning dan tanah becek di berbagai sisi.

“Kondisi Lapangan Alun Alun Stabat terlihat beberapa genangan air yang sudah menjadi kolam akibat hujan,” tulis akun tersebut.

Unggahan ini sontak memicu gelombang komentar warganet yang bernada kritik dan sindiran tajam.

“Tinggal tabur benih lele saja,” tulis seorang pengguna Facebook.

“Tanam padi saja,” celetuk yang lain.

“Didepan kantor bupati nggak kelihatan, Bupati tidur paling enak,” tulis akun Wanz Wan, menyoroti betapa lokasi lapangan ini sangat dekat dari pusat pemerintahan, namun tampak tak terurus.

Tak sedikit juga yang membandingkan kondisi Alun-Alun Stabat dengan daerah tetangga.

“Jauh kali dari alun-alun kota Binjai,” tulis seorang pengguna lain.

Komentar-komentar itu, walau bernada satir, mencerminkan kekecewaan publik. Bagi warga Stabat, lapangan ini bukan sekadar tanah lapang, melainkan simbol kebanggaan yang kini memudar.

Dari Kebanggaan Menjadi Simbol Kealpaan

Warga yang lebih lama mengenang masa ketika alun-alun ini menjadi jantung kota.

“Dulu tahun 2000 sampai 2018 tempat ini ramai, jadi kebanggaan warga. Sekarang kembali gelap dan sepi seperti tahun 1999,” ujar Muzza, salah satu warganet yang turut berkomentar.

Jika kilas balik ke beberapa tahun lalu, Alun-Alun kota Stabat merupakan lokasi favorit untuk kegiatan keluarga, senam pagi, hingga acara keagamaan dan budaya. Kini, setelah hujan turun, lapangan seolah tak punya daya serap menampung air dan menciptakan pemandangan yang jauh dari layak.

Apakah ini sekadar persoalan teknis drainase yang buruk? Mungkin iya. Tetapi yang lebih krusial adalah kurangnya perhatian dan tanggung jawab moral dari pemerintah daerah.

Kritik untuk Pemerintah Kabupaten Langkat

Sebagai ruang publik yang berada tepat di depan Kantor Bupati Langkat, kondisi Alun-Alun Stabat seharusnya menjadi perhatian utama. Tidak perlu turun jauh ke pedalaman untuk melihat masalah infrastruktur, cukup menengok ke depan kantor sendiri.

Kita tentu memahami bahwa pembangunan membutuhkan waktu dan anggaran. Namun, perawatan rutin dan pengawasan tidak seharusnya bergantung pada proyek besar atau momentum politik. Sebab perawatan kota adalah wujud pelayanan dasar, bukan sekadar program pencitraan.

Ketika lapangan utama kota saja tak terurus, bagaimana nasib fasilitas umum di desa-desa terpencil?

Langkat tidak kekurangan sumber daya, baik manusia maupun finansial. Yang tampak hilang adalah rasa memiliki dan kepekaan pejabat publik terhadap simbol-simbol kota.

Warga sudah cukup sabar melihat wajah Stabat yang makin muram. Kini saatnya pemerintah berhenti menutup mata, karena genangan air di lapangan itu bukan sekadar air hujan, tapi genangan dari kelalaian.

Langkat membutuhkan pemimpin yang bukan hanya hadir saat peresmian proyek, tapi juga ketika rumput mulai menguning dan tanah tergenang.

Alun-Alun Stabat pantas dikembalikan sebagai wajah kebanggaan kota, bukan sekadar kolam sementara setelah hujan. (Tim Redaksi)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar