Kantin Sederhana di UINSU jadi Contoh Praktik Manajemen Islami yang Menginspirasi
Oleh: Cindy Septria Dao, Sri Rahayu Ningsih, Hafiz Imaduddin, M. Reza Fauzi
Dosen Pembimbing: Devi Eka Yulita Br Tarigan, M.Psi
MEDAN (Langkatoday) – Di tengah hiruk-pikuk aktivitas akademik Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), tersembunyi sebuah kisah inspiratif dari kantin kampus yang tak hanya menyajikan makanan, tetapi juga menyuguhkan praktik manajemen berbasis nilai-nilai Islam.
Adalah Kantin Bunda Aisyah, sebuah usaha kuliner kecil di lingkungan kampus UINSU, yang menjadi sorotan dalam studi lapangan oleh mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
Dalam pengamatan kami, terungkap bahwa kantin ini sukses menjalankan empat fungsi manajemen klasik: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian – semuanya dikemas dalam pendekatan humanis dan religius.
Ibu Aisyah, pengelola kantin, memulai usahanya dengan perencanaan yang matang. Ia mempertimbangkan kondisi pasar mahasiswa, menyesuaikan harga menu agar tetap terjangkau namun berkualitas. Perencanaan ini tidak hanya berorientasi pada laba, tapi juga pada kemaslahatan konsumen – cerminan dari prinsip ekonomi Islam yang adil.
Dalam pengorganisasian, nilai-nilai kekeluargaan sangat kental. Ia membangun komunikasi yang terbuka dengan para pegawai melalui grup WhatsApp. Bukan sekadar media informasi, grup ini menjadi ruang diskusi, curhat, bahkan tempat mencari solusi bersama.
Standar spiritual juga diterapkan sejak awal rekrutmen – hanya mereka yang beragama Islam dan menjalankan salat yang diterima bekerja. Pendekatan ini bukan hanya membentuk tim kerja yang solid, tapi juga memperkuat moral dan karakter karyawan.
Fungsi pengarahan pun dilakukan tanpa tekanan. Ibu Aisyah memilih pendekatan kekeluargaan ketimbang instruksi keras. Mereka yang menunjukkan kinerja baik diberikan bonus sebagai bentuk apresiasi. Budaya saling menghormati dan mendukung menciptakan suasana kerja yang nyaman dan penuh semangat.
Sementara dalam pengendalian, Ibu Aisyah aktif memantau kualitas makanan, mencicipi langsung hasil masakan, hingga menanyakan pendapat pelanggan. Ia juga menanamkan budaya meminta maaf ketika terjadi kesalahan serta terbuka menerima kritik. Ini mencerminkan bentuk evaluasi yang bijak dan membangun.
Penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen yang baik tak harus dimulai dari skala besar. Di tangan yang tepat dan dengan nilai yang kuat, bahkan usaha kecil seperti kantin bisa menjadi ladang pembinaan karakter, kedisiplinan, dan spiritualitas.
Kantin Bunda Aisyah bukan sekadar tempat makan, tapi juga ruang belajar tentang bagaimana mengelola usaha dengan hati, nilai, dan komunikasi yang sehat. Sebuah inspirasi yang patut ditiru, tidak hanya oleh pelaku usaha mikro, tapi juga lembaga pendidikan dan instansi lainnya.