The Vajra

Qurban Idul Adha sebagai Instrumen Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat: Tinjauan dari Perspektif Ekonomi Islam

Table of Contents

Oleh: Rahmatullah, S.E., M.SEI
Dosen FEBI INSAN Binjai

STABAT (Langkatoday) - Perayaan Idul Adha dan pelaksanaan ibadah qurban merupakan salah satu manifestasi dari sistem nilai Islam yang menekankan keseimbangan antara aspek spiritual dan sosial. Dalam perspektif ekonomi Islam, qurban bukan hanya merupakan ibadah ritual, tetapi juga mengandung dimensi sosial-ekonomi yang strategis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya kelompok yang berada dalam kondisi ekonomi rentan.

Qurban sebagai Mekanisme Distribusi Kekayaan

Ekonomi Islam secara fundamental menolak akumulasi kekayaan di tangan segelintir individu atau kelompok. Prinsip ini tercermin dalam berbagai instrumen redistribusi kekayaan seperti zakat, infak, dan sedekah. Ibadah qurban, dalam konteks ini, dapat dipandang sebagai salah satu instrumen tambahan yang bersifat temporer namun berdampak signifikan.

Melalui pelaksanaan qurban, individu yang memiliki kelebihan harta (mampu secara finansial) diwajibkan untuk menyembelih hewan ternak, yang dagingnya kemudian didistribusikan kepada golongan fakir dan miskin. Proses ini mencerminkan asas al-‘adl (keadilan) dan at-ta’āwun (kerja sama sosial) yang menjadi pilar utama dalam ekonomi Islam.

Dampak Ekonomi Mikro dan Makro

Secara ekonomi mikro, kegiatan qurban mendorong aktivitas ekonomi dalam sektor peternakan, perdagangan, dan jasa pemotongan hewan, yang secara langsung menciptakan lapangan kerja musiman serta meningkatkan pendapatan masyarakat pelaku sektor informal. Di sisi lain, dari sudut pandang makro, qurban memiliki potensi mendorong konsumsi rumah tangga dan sirkulasi uang di masyarakat, yang pada akhirnya memperkuat fondasi ekonomi lokal.

Selain itu, konsumsi daging yang meningkat pada masa Idul Adha juga memberikan asupan gizi yang lebih baik bagi kelompok rentan, yang selama ini mungkin mengalami keterbatasan dalam mengakses protein hewani. Dengan demikian, qurban berkontribusi tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga pada dimensi kesehatan masyarakat.

Internalisasi Nilai Kepemilikan Sosial

Dalam ekonomi Islam, kepemilikan pribadi diakui, tetapi tidak bersifat absolut. Terdapat unsur tanggung jawab sosial (mas’uliyyah ijtima’iyyah) dalam setiap harta yang dimiliki individu.

Ibadah qurban menjadi salah satu bentuk konkret dari internalisasi nilai tersebut, yakni bahwa kekayaan tidak hanya dinikmati secara individual, tetapi juga harus memberikan manfaat sosial.

Nilai ini sejalan dengan konsep maqashid al-shariah, khususnya dalam upaya menjaga dan meningkatkan hifz al-mal (pelestarian harta) dan hifz al-nafs (pelestarian jiwa), di mana distribusi daging qurban dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup masyarakat miskin sekaligus menciptakan ketahanan sosial.

Idul Adha dan ibadah qurban tidak semata-mata merupakan ekspresi ketaatan individual kepada Tuhan, melainkan juga merupakan praktik nyata dari prinsip-prinsip ekonomi Islam yang inklusif dan berkeadilan. Melalui qurban, Islam menawarkan solusi terhadap problematika ketimpangan ekonomi dengan cara yang tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga transformatif.

Oleh karena itu, penting bagi para pemangku kepentingan—baik dari kalangan pemerintah, lembaga zakat, maupun organisasi keagamaan—untuk mengelola ibadah qurban secara profesional dan terorganisir. Dengan pendekatan yang sistematis dan berbasis prinsip ekonomi Islam, ibadah qurban dapat menjadi instrumen efektif dalam memperkuat jaringan kesejahteraan sosial dan mengentaskan kemiskinan secara berkelanjutan.

channel whastapp langkatoday