Langkat Krisis Integritas, Ketika Jabatan Dijadikan Paket Langganan
![]() |
Drs. M. Iskandarsyah |
STABAT (Langkatoday) - Di tengah seruan efisiensi birokrasi dan pemerintahan yang profesional, publik Langkat justru kembali disuguhi fenomena lama yang kian terasa mengkhawatirkan: tumpukan jabatan di tangan segelintir orang.
Kali ini, sorotan mengarah kepada Drs. M. Iskandarsyah seorang birokrat yang kini menjabat sebagai:
- Pelaksana Tugas (Plt.) Camat Gebang
- Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD)
- Dan yang terbaru, terpilih sebagai salah satu Komisaris BUMD Langkat Setia Negeri (Perseroda)
Tiga jabatan strategis, dengan tanggung jawab yang luas, dipegang oleh satu nama. Pertanyaannya: Apakah ini wujud dari kapasitas luar biasa? Atau justru gejala akut birokrasi yang mengabaikan asas kewajaran dan distribusi tugas?
Konflik Peran dan Kerancuan Fokus
Menjadi Kepala BPKAD adalah pekerjaan penuh. Mengurus perencanaan anggaran, pelaksanaan keuangan daerah, hingga pengelolaan aset bukan urusan sambilan. Ditambah lagi menjabat Plt. Camat, posisi eksekutif wilayah yang mengatur urusan pemerintahan dan pelayanan publik di tingkat kecamatan.
Lalu sekarang, ia juga ditunjuk sebagai Komisaris BUMD, lembaga bisnis daerah yang seharusnya dipandu oleh orang-orang dengan fokus pada pertumbuhan ekonomi dan korporasi. Apakah ini efisiensi atau justru keserakahan struktural?
Secara etika, akumulasi jabatan seperti ini hanya akan melahirkan dua hal: inefisiensi kerja dan konflik kepentingan.
Tidak mungkin seseorang mampu memaksimalkan kinerjanya di tiga institusi berbeda yang semuanya strategis. Kalaupun bisa, maka patut dicurigai: siapa yang sebenarnya menjalankan fungsi-fungsi itu di lapangan?
Etika Birokrasi yang Dilanggar Diam-Diam
Fenomena ini menandakan bahwa budaya birokrasi kita masih sakit. Jabatan dianggap sebagai penghargaan, bukan tanggung jawab. Seolah-olah, ketika seseorang “dekat dengan kekuasaan”, maka semua kursi bisa diatur sedemikian rupa agar tidak jauh dari genggamannya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, kondisi ini mencerminkan lemahnya komitmen kepala daerah terhadap distribusi kekuasaan yang sehat dan adil.
Haruskah selalu orang itu-itu juga yang dipercaya, padahal di luar sana banyak ASN muda, potensial, dan kompeten menunggu giliran?
BUMD Bukan Tempat Penitipan Jabatan Tambahan
Salah satu catatan penting: BUMD adalah lembaga bisnis yang harus dijalankan dengan prinsip korporasi modern. Jika seorang pejabat aktif di eksekutif pemerintahan juga menjabat di dalamnya, maka fungsi pengawasan dan independensi perusahaan daerah jadi kabur.
Lalu, siapa yang mengawasi siapa? Ketika kepala keuangan daerah ikut duduk sebagai pengarah bisnis daerah, maka tidak ada lagi garis batas antara pengelola anggaran dan penerima manfaat anggaran. Inilah bentuk tumpang tindih kepentingan yang sangat rawan disalahgunakan.
Kalau jabatan dianggap seperti cincin koleksi yang bisa dikoleksi di satu jari, maka yang rusak bukan hanya sistem, tapi juga keadilan.