Polri Minta Tambahan Anggaran Rp 63,7 Triliun untuk 2026: Kebutuhan Mendesak atau Pemborosan?
JAKARTA (Langkatoday) – Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kembali mengajukan permohonan penambahan anggaran sebesar Rp 63,7 triliun untuk tahun 2026. Angka fantastis ini merupakan selisih dari usulan awal Polri yang mencapai Rp 173,4 triliun, sementara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru menyetujui pagu indikatif sebesar Rp 109,6 triliun.
Usulan kenaikan ini disampaikan oleh Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran, Komisaris Jenderal (Komjen) Wahyu Hadiningrat, dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (7/7). Menurut Komjen Wahyu, pengajuan anggaran Polri untuk 2026 ini meningkat 37 persen dari anggaran 2025 yang sebesar Rp 126,6 triliun.
"Guna mendukung kinerja Polri 2026, Polri telah mengusulkan kebutuhan anggaran kepada Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas pada 10 Maret 2025 tentang usulan kebutuhan ideal anggaran Polri tahun anggaran 2026 sebesar (Rp) 173,4 triliun,” terang Komjen Wahyu.
Rincian Kebutuhan Anggaran Polri
Komjen Wahyu merinci alokasi anggaran ideal Rp 173,4 triliun tersebut ke dalam tiga klaster utama:
Belanja Pegawai (Rp 64,9 triliun):
- Digunakan untuk penambahan gaji anggota Polri dan pegawai Polri.
- Rekrutmen personel baru.
- Tunjangan kinerja 80 persen untuk personel Polri dan Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri.
- Pemenuhan kebutuhan dasar seperti telepon, listrik, air, gas, dan bahan bakar minyak.
- Pemenuhan kaporlap (perlengkapan personel) Mabes dan Polda.
- Pemenuhan makanan tahanan.
- Dukungan operasional Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban (Bhabinkamtibmas).
- Pemeliharaan dan perawatan (harwat) termasuk command center.
- Pengamanan kegiatan event internasional dan nasional.
- Pemenuhan kebutuhan warping diktuk Polri 2026.
- Peran Polri dalam pengamanan destinasi wisata dan nasional.
- Pengamanan Ibu Kota Negara (IKN).
- Pemenuhan harwat almatsus fasilitas dan IT Polri.
- Pemenuhan operasional pengembangan Polda Papua Tengah, Polda Papua Barat Daya, serta Polres atau Satuan Kerja (Satker) Polri baru.
- Fasilitas dan konstruksi untuk mendukung program prioritas nasional.
- Pemenuhan kendaraan dinas yang efisien (termasuk kendaraan listrik dan kendaraan SPKT).
- Pemenuhan kapal pemburu cepat untuk wilayah perbatasan.
- Peralatan untuk mendukung ungkap kasus tindak pidana narkoba dan penanganan tindak pidana siber.
- Peningkatan ruang pelayanan khusus kepolisian.
- Pembangunan SPKT di tingkat Polres.
- Pembangunan Markas Komando (Mako) Polsek Subsektor di wilayah perbatasan.
- Pembangunan Mako Polsek.
- Pembangunan rumah dinas bagi anggota Polri.
Dukungan DPR dan Penolakan ICW
Kesenjangan anggaran sebesar Rp 63,7 triliun ini, menurut Wahyu, kembali diajukan kepada Menteri Keuangan melalui Komisi III DPR agar disetujui. Ia khawatir pagu indikatif yang lebih rendah dari kebutuhan akan membatasi pelaksanaan kegiatan Polri di tahun 2026.
Komisi III DPR RI, melalui Wakil Ketua Sari Yuliati, menyatakan tidak menolak usulan tambahan anggaran ini. Menurutnya, kenaikan tersebut sudah tepat guna menunjang tugas dan fungsi pokok Polri, serta mengantisipasi tantangan dan dinamika Kamtibmas.
Sari menyebut, anggaran bisa digunakan untuk pembangunan Polda baru di Papua dampak pemekaran provinsi, dukungan operasional Bhabinkamtibmas, dan pengamanan di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) serta perbatasan. Namun, ia mengingatkan agar anggaran tersebut tepat sasaran dan disertai peningkatan kualitas SDM, sinkronisasi dengan visi Presiden Prabowo, serta transparansi dan pengawasan.
Sebaliknya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menolak keras usulan kenaikan anggaran Polri ini, sekaligus menentang keputusan DPR yang dinilai memberikan 'karpet merah'.
Anggota Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Erma Nuzulia Syifa, menyatakan bahwa DPR tidak memiliki justifikasi jelas di tengah kinerja Polri yang menurutnya buruk. ICW menyoroti dominasi anggaran pada belanja barang dan modal, yang rentan dikorupsi, terutama karena Polri dinilai tidak patuh dalam menyediakan informasi Laporan Kinerja dan pengadaan barang/jasa sesuai Peraturan Komisi Informasi.
Polemik anggaran Polri ini menjadi sorotan publik, antara kebutuhan mendesak untuk kinerja kepolisian di satu sisi, dan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan serta transparansi di sisi lain.