Ratusan Juta untuk Outbond Guru di Hotel Mewah, Sekolah di Langkat Malah Ambruk
![]() |
Ilustrasi, dok: Langkatoday |
STABAT (Langkatoday) - Di tengah kondisi memprihatinkan banyak sekolah rusak di Kabupaten Langkat, Dinas Pendidikan justru menggelar kegiatan outbond mewah bagi guru-guru dengan anggaran mencapai Rp300 juta. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada 23–25 Juni 2025 di kawasan wisata Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, dengan menginapkan peserta di dua hotel mewah: Hotel Rindu Alam dan Hotel Heritage.
Dalihnya adalah “peningkatan kapasitas” untuk sekitar 150 guru SD dan SMP, namun acara ini menuai kritik tajam karena lebih menyerupai wisata ketimbang kegiatan pelatihan. Dana kegiatan ini bersumber dari APBD Langkat, yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan sebagaimana diamanatkan UUD 1945 Pasal 31 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kegiatan tersebut ditengarai dikerjakan oleh satu rekanan saja, yakni CV Wahyu di Stabat, tanpa proses tender yang kompetitif. Saat dikonfirmasi, Kabid SD Disdik Langkat, Fajar, awalnya mengelak namun kemudian mengakui nilai anggaran kegiatan. Saat ditanya detail penggunaan anggaran, ia justru menyarankan untuk menghubungi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Namun hingga berita ini diturunkan, PPTK untuk kegiatan SMP, Dullah, belum memberikan tanggapan.
Dugaan Balas Budi Politik
Sumber internal Pemkab Langkat mengungkap bahwa kegiatan ini diduga sebagai bagian dari balas budi politik terhadap salah satu oknum anggota legislatif.
“Ini bukan pembinaan guru, ini balas jasa politik menggunakan uang rakyat,” tegas seorang aktivis pendidikan di Stabat. Ia menilai kegiatan tersebut sangat mencederai kepercayaan publik, terlebih saat kondisi pendidikan di Langkat sedang terpuruk.
Sekolah Rusak Dibiarkan Bertahun-Tahun
Sementara itu, di banyak pelosok Langkat, kondisi fisik sekolah jauh dari kata layak. Salah satu contohnya adalah SD Negeri 053992 Kwala Serapuh di Desa Kwala Gebang, Kecamatan Gebang. Sekolah ini mengalami kerusakan berat: atap bocor, dinding lapuk, lantai tanah, sanitasi buruk, dan perabot belajar rusak parah.
Ironisnya, kerusakan ini bukan terjadi baru-baru ini, tetapi sudah berlangsung puluhan tahun tanpa tindakan nyata dari pemerintah daerah.
“Jangankan pembelajaran berkualitas, untuk tempat belajar saja sudah tidak layak,” keluh seorang warga setempat.
Desakan Audit dan Reformasi Anggaran
Melihat kondisi ini, para tokoh masyarakat dan aktivis mendesak Bupati Langkat H. Syah Afandin, SH untuk segera melakukan audit total terhadap penggunaan anggaran pendidikan. Mereka juga meminta agar seluruh program yang tak mendesak dihentikan dan anggaran dialihkan untuk perbaikan infrastruktur sekolah dan peningkatan kesejahteraan guru.
Jika pola belanja yang boros dan tak tepat sasaran ini terus berlanjut, maka upaya mencerdaskan generasi Langkat hanya akan menjadi slogan kosong. Di atas kertas, anggaran pendidikan memang 20% dari APBD seperti yang diwajibkan Undang-Undang. Namun di lapangan, anak-anak justru belajar dalam kondisi yang tidak manusiawi.
Penegak Hukum Diminta Bertindak
Dengan adanya dugaan penyalahgunaan anggaran dan indikasi praktik korupsi, masyarakat juga meminta aparat penegak hukum untuk turun tangan. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebut bahwa penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara dapat diancam pidana minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.
“Kalau ini bukan korupsi, lantas apa? Anggaran besar-besaran untuk wisata, sementara anak-anak kita belajar di sekolah reyot,” tegas seorang aktivis di Gebang.
Masyarakat kini menanti langkah konkret dari pemerintah dan penegak hukum. Dunia pendidikan Langkat membutuhkan reformasi nyata, bukan sekadar wisata berjargon pelatihan.