Sunyi dari Tanggapan! Kakan Kemenag Langkat dan Ka KUA Hinai Bungkam soal Dugaan Pungli yang Kian Terungkap
STABAT (Langkatoday) – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang terus mencuat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, tampaknya belum cukup menggugah pimpinan untuk angkat bicara. Hingga Selasa (22/7), Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Langkat, H. Ainul Aswad, MA, dan Kepala KUA Hinai, Abdul Fuad, S.Ag., M.H.I, belum memberikan klarifikasi atau penjelasan apapun kepada publik.
Sikap bungkam kedua pejabat tersebut memantik kritik dari masyarakat yang mulai gerah dengan praktik-praktik tidak transparan di bawah institusi Kementerian Agama. Apalagi, sosok berinisial SUK yang kini dikonfirmasi telah mengembalikan uang dugaan pungli sebesar Rp400 ribu kepada korban, juga disebut-sebut sebagai pelaku pungli serupa pada tahun 2022—saat itu KUA Hinai masih dipimpin oleh H. Muhammad Khailid, S.Ag., M.A.
Diam Bukan Solusi
Ketidakhadiran tanggapan dari Kakan Kemenag Langkat dan Kepala KUA Hinai justru memperburuk citra lembaga yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan pelayanan umat. Bukannya membenahi internal atau membuka ruang klarifikasi, mereka malah memilih diam, bahkan saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp oleh awak media.
“Publik butuh kejelasan, bukan pembiaran. Jika benar ada oknum berulang kali terlibat dalam praktik pungli, mengapa masih dibiarkan?” ucap seorang aktivis pemuda Langkat yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Kritik juga datang dari warganet yang mengikuti perkembangan kasus ini lewat media sosial. Banyak yang mempertanyakan bagaimana seorang oknum seperti SUK bisa tetap aktif di institusi publik, meski telah berulang kali dikaitkan dengan dugaan pungli dalam layanan pernikahan dan administrasi keagamaan.
Regulasi Jelas, Kenapa Masih Ada ‘Tarif Liar’?
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014, biaya pernikahan di kantor KUA pada hari dan jam kerja seharusnya gratis, sementara untuk pernikahan di luar balai nikah dikenakan tarif resmi sebesar Rp600 ribu dan langsung disetor ke kas negara.
Namun realitanya, 'Tarif Liar' selalu saja terjadi di tubuh instansi tersebut, jika tidak viral maka aksi tersebut tetap berlangsung.
“Jika ini terus dibiarkan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap lembaga keagamaan yang justru seharusnya menjadi teladan moral,” tegas seorang tokoh agama setempat.