Update Kasus Pungli KUA Hinai: Uang Rp400 Ribu Dikembalikan, Oknum SUK Ternyata Pelaku Lama Sejak 2022

HINAI (Langkatoday) - Perkembangan terbaru dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, menguak fakta mengejutkan. Uang sebesar Rp400 ribu yang sebelumnya diminta kepada warga untuk pengurusan duplikat buku nikah, akhirnya telah dikembalikan oleh oknum berinisial SUK yang ternyata juga merupakan pelaku dugaan pungli pada tahun 2022 lalu.
Langkah pengembalian ini dilakukan setelah kasus tersebut menjadi sorotan publik dan viral di media sosial sejak Rabu (16/7). Masyarakat mengecam keras praktik pungli yang dibalut dalih “uang bensin” dan kebutuhan operasional internal.
Namun yang lebih mengejutkan, SUK diketahui merupakan staf yang sama dalam kasus pungli biaya pernikahan pada Februari 2022 lalu, di mana warga mengaku diminta membayar Rp900 ribu hingga Rp1,1 juta, padahal aturan resmi hanya membolehkan tarif Rp600 ribu untuk pernikahan di luar balai nikah, dan gratis di kantor KUA saat jam kerja.
“Ku tawar pun gak mau si Suk itu. Katanya sisanya untuk uang minyak mereka,” ungkap seorang kepala dusun dalam laporan tahun 2022.
Dugaan Pungli Sudah Terjadi Berulang dan Sistematis
Fakta bahwa oknum yang sama terlibat dalam dua kasus pungli dalam rentang waktu tiga tahun, semakin memperkuat dugaan bahwa praktik pungli di KUA Hinai bukan kejadian satu kali, melainkan berlangsung sistematis dan minim pengawasan.
Dalam kasus terbaru, warga juga mengungkapkan pengalaman tak mengenakkan saat mengurus duplikat buku nikah. SUK disebut meminta Rp400 ribu, bahkan menawarkan "jalur cepat" dengan tambahan Rp100 ribu untuk mempercepat tanda tangan pejabat.
Setelah desakan publik dan viral di media sosial, uang tersebut dikembalikan kepada warga. Namun, hingga kini belum ada respon dari Kepala KUA Hinai saat ini, Abdul Fuad, S.Ag., M.H.I, terkait langkah pembinaan atau sanksi terhadap staf bawahannya.
Desakan: Tindak Tegas Oknum, Audit KUA se-Langkat
Masyarakat kini mendesak Kementerian Agama untuk tidak sekadar membiarkan pengembalian uang sebagai solusi. Perlu ada langkah penindakan, audit internal, serta evaluasi menyeluruh terhadap praktik pelayanan di KUA Hinai dan seluruh KUA di Kabupaten Langkat.
“Kalau pelakunya itu-itu lagi dan tetap dibiarkan bekerja, artinya sistemnya yang bermasalah,” ujar seorang tokoh masyarakat Hinai.
Sebagaimana diatur dalam PP Nomor 48 Tahun 2014, seluruh biaya pernikahan dan layanan administrasi keagamaan memiliki ketentuan tarif resmi, bahkan beberapa di antaranya GRATIS. Pelayanan berbasis keagamaan seharusnya mengedepankan etika, integritas, dan pelayanan prima, bukan menjadi ladang pungli yang membebani masyarakat.