Dua Kali Mangkir dari Panggilan JPU, LBH Medan Desak Kejati Sumut Jemput Paksa Bupati Langkat
![]() |
Bupati Langkat - Syah Afandin |
MEDAN (Langkatoday) – Proses persidangan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat Tahun 2023 terus berlanjut di Pengadilan Negeri Medan.
Hingga kini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memeriksa sebanyak 41 orang saksi yang sebagian besar merupakan guru honorer, kepala sekolah, pejabat Dinas Pendidikan Langkat, hingga keluarga dari salah satu terdakwa.
Namun dari puluhan saksi tersebut, satu nama penting belum juga hadir di ruang sidang, yakni Bupati Langkat. Padahal, JPU telah dua kali melayangkan panggilan secara resmi dan patut, namun yang bersangkutan tetap tidak memenuhi undangan tersebut.
Pemanggilan terhadap Bupati Langkat dinilai penting karena yang bersangkutan menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati pada saat pengumuman kelulusan PPPK Tahun 2023.
Pengumuman tersebut menjadi sorotan karena menyebabkan ratusan guru honorer gagal lulus, meski telah melewati ambang batas nilai dan bahkan memperoleh skor tertinggi.
Ketidakhadiran Bupati Langkat dalam dua kali pemanggilan JPU pun menuai sorotan publik.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan yang menjadi kuasa hukum dari ratusan guru honorer menilai sikap tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap hukum dan aparat penegak hukum.
"LBH Medan mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan JPU untuk segera melakukan upaya jemput paksa terhadap Bupati Langkat agar dapat dihadirkan ke persidangan," tegas perwakilan LBH Medan dalam keterangannya, Rabu (22/5).
LBH Medan menegaskan bahwa penjemputan paksa telah diatur secara jelas dalam Pasal 112 ayat (2) KUHAP. Bahkan, saksi yang mangkir dari panggilan hukum dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 224 KUHP.
Menurut LBH Medan, kehadiran Bupati Langkat sangat penting untuk membuka fakta hukum dalam perkara ini dan menunjukkan sikap taat hukum dari seorang kepala daerah.
“Ini juga menjadi bentuk keteladanan bagi bawahannya dan masyarakat luas,” tambahnya.
LBH Medan juga menilai, kasus dugaan korupsi dalam seleksi PPPK Langkat 2023 merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan bertentangan dengan UUD 1945, UU Tindak Pidana Korupsi, Deklarasi Universal HAM (DUHAM), serta Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
“Kasus ini bukan hanya merugikan ratusan guru honorer, tetapi juga mencoreng integritas dunia pendidikan di Kabupaten Langkat,” tutup LBH Medan.