Ahli Waris Segel Gedung Rektorat Universitas Tjut Nyak Dhien: “Kami Datang untuk Mengambil Kembali Hak Kami”
MEDAN (Langkatoday) - Tiga orang ahli waris dari almarhum H.T. Iskandar Zulkarnain secara resmi menyegel gedung rektorat Universitas Tjut Nyak Dhien di Medan, Kamis (24/7).
Langkah ini merupakan bentuk protes keras sekaligus pengambilalihan atas tanah seluas 8.983,6 meter persegi, yang mereka klaim sebagai hak waris sah dari garis keluarga pendiri kampus tersebut.
Tindakan penyegelan dipimpin langsung oleh ketiga ahli waris: Cut Fitri Yulia, Tengku Septian Melza Putra, dan Cut Farah Novitra, yang juga merupakan cucu dari almarhum H.T. Abdullah Umar Hamzah, pendiri Universitas Tjut Nyak Dhien. Tanah dan bangunan kampus disebut sebagai bagian dari warisan keluarga mereka yang telah dikuasai oleh pihak lain selama hampir tiga dekade.
“Kami Adalah Ahli Waris Sah”
Kuasa hukum ahli waris, Friend Johanes Tambunan dan Dwi Sinaga, menegaskan bahwa tidak ada pihak lain yang sah secara hukum sebagai ahli waris dari Umar Hamzah dan Iskandar Zulkarnain.
"Klien kami adalah anak kandung satu-satunya dari Iskandar Zulkarnain. Mereka adalah ahli waris yang sah dan tidak dapat disangkal,” ujar Johanes dalam keterangannya.
28 Tahun Penguasaan oleh Pihak yang Tak Diakui Hukum
![]() |
TRIBUN MEDAN/HUSNA FADILLA TARIGAN |
“Anak-anak Iskandar saat itu masih remaja. Mereka menyaksikan rumah mereka dihancurkan alat berat. Tidak ada kekuatan melawan. Mereka hanya bisa lari menyelamatkan diri,” kata Dwi Sinaga.
Selama 28 tahun, yayasan dikelola oleh keluarga Sartini, bahkan seluruh posisi strategis kini diisi oleh suami dan anak-anaknya.
Putusan MA: Sartini Bukan Anak Umar Hamzah
Namun, situasi berbalik setelah Mahkamah Agung RI dalam Peninjauan Kembali (PK) Nomor 86 PK/Ag/2022 menyatakan bahwa Sartini bukan anak dari Umar Hamzah, membatalkan legalitas penguasaan yayasan dan lahan tersebut.
Putusan itu memperkuat hak ahli waris dan telah berkekuatan hukum tetap sejak 30 Juni 2022. Berdasarkan itulah, penyegelan dilakukan sebagai upaya pengambilalihan aset secara sah.
“Kami Tidak Bisa Lari Lagi”
Di depan gerbang rektorat, sebuah spanduk besar dipasang bertuliskan klaim kepemilikan ahli waris atas tanah tersebut. Cut Fitri Yulia, yang menyaksikan rumah masa kecilnya digusur 22 tahun silam, tak bisa menahan emosinya.
“Saat kecil kami hanya bisa menangis melihat rumah dihancurkan. Tapi hari ini kami kembali. Bukan untuk balas dendam, tapi untuk menegakkan hak kami yang dirampas,” katanya, dengan suara bergetar.
Yulia juga meminta agar seluruh aktivitas dalam gedung dihentikan dan semua staf meninggalkan lokasi hingga ada penyelesaian resmi.