UPDATE
The Vajra

Sakit Hati Timses: Ditinggal Setelah Menang, Tak Dapat Jabatan, Tak Dianggap

STABAT (Langkatoday) - Kemenangan dalam politik selalu membawa harapan—bagi kandidat, para pendukung, dan terutama bagi mereka yang berjuang di belakang layar. Tapi tak semua yang berjuang ikut menikmati hasilnya. Kisah pahit ini dialami oleh seorang mantan tim sukses di Kabupaten Langkat, sebut saja namanya Herman (bukan nama sebenarnya), yang merasa dikhianati oleh sosok yang dulu ia dukung sepenuh hati.

“Saya Berjuang, Tapi Kini Saya Seperti Tak Pernah Ada”

Herman bukanlah orang kaya. Ia hanya seorang warga biasa yang tergugah hatinya untuk mendukung salah satu calon kepala daerah dalam Pilkada terakhir. Meski tak punya banyak uang, ia menawarkan sesuatu yang lebih mahal: loyalitas, waktu, dan keringat.

Selama berbulan-bulan masa kampanye, Herman bergerak dari desa ke desa, mengajak warga untuk memilih jagoannya. Ia memasang spanduk, mengatur pertemuan, hingga berdebat dengan tetangga demi meyakinkan orang lain bahwa calon yang ia dukung adalah harapan baru.

"Kalau siang saya kerja serabutan, malamnya saya rapat atau tempel-tempel stiker. Kadang modal sendiri, karena katanya nanti kalau menang pasti ada balasan," tutur Herman dengan nada getir.

Namun harapan itu sirna setelah sang calon menang dan dilantik. Herman yang dulu hampir setiap hari dipanggil “saudara seperjuangan”, kini bahkan tak dijawab pesannya. Pintu kantor yang dulu terbuka lebar kini tak bisa lagi ia masuki tanpa alasan.

“Bukan Jabatan, Tapi Penghargaan yang Saya Harapkan”

Banyak orang menilai bahwa tim sukses hanya kecewa karena tak mendapat jabatan atau proyek. Tapi bagi Herman, bukan itu yang jadi persoalan utama. Ia lebih kecewa karena dilupakan, tak dihargai, seolah tak pernah ikut ambil bagian dalam kemenangan.

"Saya tidak minta jadi kepala dinas atau staf ahli. Cuma ingin dihargai, diajak diskusi, atau minimal dikasih kabar. Tapi ini seperti saya tidak pernah ada," kata Herman, menahan emosi.

Ia bahkan pernah datang ke kantor sang pejabat, berharap bisa sekadar bersalaman. Tapi yang ia temui justru satpam yang berkata, “Bapak sedang sibuk, belum bisa ditemui.”

Fenomena yang Sering Terjadi

Apa yang dialami Herman bukan hal baru. Di setiap pemilu atau pilkada, kisah tentang para pejuang yang ditinggal usai kemenangan kerap terulang. Mereka yang di awal dielu-elukan, di akhir justru dilupakan.

Sosiolog politik dari salah satu universitas di Sumatera Utara menyebut bahwa politik elektoral di Indonesia masih didominasi oleh pendekatan pragmatis. Timses hanya dianggap sebagai alat pencapai kekuasaan, bukan bagian dari sistem yang harus dilibatkan dalam pemerintahan.

"Padahal, dalam politik yang sehat, tim sukses adalah aset moral dan sosial. Kalau mereka ditinggalkan begitu saja, ini bukan hanya merusak kepercayaan, tapi juga menurunkan partisipasi politik ke depan," jelasnya.

Belajar dari Luka

Kini Herman memilih kembali ke kehidupannya yang sederhana. Ia mengaku tidak lagi percaya dengan politik, meski masih peduli dengan daerahnya. Ia tak ingin anak-anak muda nanti mengalami hal yang sama—berjuang, lalu dikhianati.

"Saya cerita ini bukan untuk mengadu domba atau cari belas kasihan. Saya hanya ingin masyarakat tahu, bahwa di balik euforia kemenangan, ada luka yang sering tidak terlihat," ujarnya.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar